Menembus Cakrawala
Bulan Ramadan, hari ke 23 atau tepatnya hari Kamis tanggal 15 Februari 1996, begitulah kalender masehi menyebutnya. Pagi itu salju turun di kota Birmingham, kota terbesar di negara bagian Alabama. Padahal jarang sekali masyarakat kota Birmingham merasakan butiran salju yang meramaikan kota tersebut. Bukan suatu pagi yang istimewa bagi mereka, tapi lain halnya dengan pasangan Warsono dan Sri Retno. Mungkin pagi itu menjadi satu dari sejumput kenangan yang takkan lekang dari ingatan mereka. Bayi yang telah lama dinanti-nantikan selama 6 tahun mereka mengarungi bahtera rumah tangga, akhirnya lahir dengan berat 3,2 kg dan panjang 50 cm. Lahir dengan mata besar, rambut tebal, pipi tembem dan tanned-skin, hampir setiap orang yang melihatnya mengatakan bahwa ia merupakan ‘kembaran’ dari ayahnya. Suatu kebetulan jika ayahnya dan bayi mungil ini hanya memiliki selisih satu hari ulangtahun, ayahnya lahir pada tanggal 16 Februari. Bayi perempuan mungil ini diberi nama Nisa Larasati. Kata “nisa” diambil dari Al-Quran yang berarti perempuan, kata “laras” diambil dari bahasa Jawa yang artinya selaras, dan kata “ati” yang berarti hati/perasaaan. Jadi Ia diharapkan menjadi wanita yang dapat menyejukkan hati setiap orang.
Kelahirannya yang tidak hanya dinantikan oleh orang tuanya, namun juga seluruh keluarga besar di Indonesia serta teman-teman kedua orang tuanya di Negeri Paman Sam. Berita kelahirannya langsung disambut suka-cita dari berbagai pihak. Melalui jaringan telefon antarnegara yang memperpendek jarak antara mereka, ayah Laras langsung menghubungi Eyang di Jogja dan Aki di Cirebon, yang tak lain adalah kakek Laras di Indonesia. Cooper Green Hospital pun dibanjiri para mahasiswa Indonesia maupun mahasiswa asing.
Laras terlahir dengan menderita penyakit jaundice, yaitu penyakit yang disebabkan belum berfungsinya hati untuk menghasilkan bilirubin dan menyerang bayi ketika baru lahir. Hal ini dikarenakan Laras lahir pada musim winter dimana matahari lebih sedikit menyinari wilayah kota itu. Atas saran dokter yang menanganinya, Laras dibaringkan di bawah sinar matahari selama 2 jam perhari. Alhamdulillah, setelah 1 minggu, fungsi hati Laras bekerja dengan baik.
Ayahanda Laras saat itu sedang melanjutkan pendidikan S3-nya di University of Birmingham at Alabama. Beliau meraih beasiswa untuk menyelesaikan studinya tersebut. Sedangkan Ibunda Laras mendampingi ayahnya disana dan bekerja menjadi seorang kasir di restoran Slchotsky’s Dely. 5 tahun sudah mereka merantau disana, rencananya pada bulan September, Ayahanda Laras akan menerima gelar doktor di bidang statistika.
Masa-masa bayi Laras di Amerika dilewati dengan sangat bahagia. Jika ayahnya sedang ada perkuliahan, maka Laras akan dibawa ke restoran tempat ibunya bekerja. Sedangkan jika ayahnya tidak sibuk, ia akan pergi bermain dengan ayahanda nya. Momen-momen bahagia itupun diabadikan dalam ratusan foto yang menampakkan kegembiraan keluarga kecil ini. Semua baju yang dikenakannya bermerk “Oshkosh B’gosh”, salah satu merk baju bayi terkenal disana. Ia juga memiliki banyak mainan yang sangat lucu, sebagian merupakan hadiah saat teman-teman kedua orang tua nya mengadakan “Baby Shower”, suatu pesta kecil yang sering dilakukan orang Amerika untuk menyambut kelahiran bayi.
Laras kecil terkenal dengan sebutan “Happy Baby” karena ia sangat suka tertawa dan jarang sekali menangis. Sangat disayang bukan berarti ia dimanja oleh kedua orangtuanya. Jika ia menangis saat sudah diberi makanan dan popoknya masih bersih, orang tuanya akan membiarkannya saja karena mereka berharap Laras akan tumbuh menjadi perempuan yang mandiri dan tidak manja, meskipun ia anak tunggal di keluarga ini.
Hobi travelling orang tuanya, membawa Laras kecil menjelajah Amerika. Bahkan saat ia masih di dalam kandungan yang berusia 7 bulan, orang tua bersama beberapa teman mereka pergi ke salah satu air terjun terbesar di dunia yang membatasi Amerika Serikat dan Kanada, yaitu air terjun Niagara Falls. Mereka menempuh perjalanan selama 20 jam menggunakan mobil dan saat itu memang ibunda Laras ngotot dan nekat untuk ikut dalam perjalanan tersebut. Mungkin karena hal itu, di kemudian hari nanti Laras tumbuh menjadi perempuan yang suka untuk mencoba hal-hal menegangkan. Saat Laras baru berumur 2 minggu pun, mereka kembali melakukan perjalanan ke Atlanta.
Bulan September pun tiba, ayahanda Laras telah menyelesaikan pendidikan S3-nya. Itu berarti mereka harus pulang dan kembali mengabdi ke bumi ibu pertiwi. Setibanya di Indonesia, Laras kecil langsung menderita berbagai macam penyakit. Berat badannya langsung menyusut drastis. Nafsu makannya hilang dan permukaan kulitnya rusak. Mungkin ini dikarenakan perbedaan keadaan suhu dan udara antara Amerika dan Indonesia.